Sabtu, 07 April 2012

PORPHYRIN

Nama porfirin berasal dari bahasa Yunani porphyra yang berarti ungu. Porfirin merupakan senyawa aromatik makrosiklik spesifik (senyawa dengan gabungan cincin aromatik), yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang terikat pada jembatan metan (=CH-) dan membentuk coupled system dari ikatan rangkap (termasuk di dalamnya 18π elektron yang terlokalisasi (4n + 2, dengan n = 4)) (Makarska & Radzki, 2002). Cincin pyrolle membentuk bidang aromatik tertutup, yang berperan sebagai inti dari senyawa porfirin. Cincin datar porfirin dapat mengalami deformasi bila terjadi metalasi (masuknya ion logam menggantikan atom hidrogen pada kelompok imida pyrolle (=NH-).

Penomoran atom pada makrosiklik porfirin, mengikuti aturan Bonnet, yang dikenal sebagai bentuk kanonik dari porfirin. Cara lain dalam melakukan penomoran adalah dengan menentukan substituen dengan huruf α-, β-, dan meso-porfirin. Karakteristik molekul porfirin antara lain adalah sifat spektroskopi yang khas, luminansi (fluoresensi dan fosforesensi), sifat magnetik (para dan diamagnetik, stabilitas termal, fotokonduksi, fotoemisi, dan aktivitas permukaan. Gambar 2.4. menunjukkan struktur molekul porfirin.





Gambar 2.4. Struktur molekul porfirin (Makarska & Radzki, 2002)

Beberapa porfirin dan metaloporfirin pada kondisi atmosferik (mendapat pengaruh cahaya, udara dan kelembaban) bersifat tidak stabil. Kontak dengan cahaya akan menyebabkan fotooksidasi dari porfirin yang apabila diikuti dengan proses fisi dari cincin makrosiklik, senyawa kompleksnya menjadi mudah terdemetalasi. Bagian dari cincin porfirin yang terlibat dalam reaksi kimia adalah dua pusat acidic N-H, dua atom =N- dengan pasangan elektron bebas, ikatan etilen tak jenuh –CH=CH– dan elektron π makrosiklik C12H4 (Makarska & Radzki, 2002).

Gambar 2.5 menunjukkan ringkasan biosintesis dari porfirin pada bakteri (Hamblin & Hasan, 2003). 5-aminolevulinic acid (5-ALA) adalah prekursor biosintetik dari semua porfirin alam (Grossweiner, 2005). Sintesis porfirin pada sel bakteri dimulai dengan pembentukan asam 5-ALA secara endogen dengan mereaksikan asam amino glycine dan succinyl-CoA dari lingkaran asam sitrat (Bruce et al., 2009). Dua molekul ALA bergabung menjadi porfobilinogen (PBG) yang mengandung cincin pyrrole. Empat PBG melalui deamilasi bergabung menjadi hydroxymethyl bilane (HMB), yang selanjutnya dihidrolisis menjadi circular tetrapyrrole uroporfirinogen III. Coproporfirin III dengan rumus kimia C36H38N4O8 adalah produk akhir tetrapyrrole dari oksidasi spontan jembatan metilena coproporfirinogen. Molekul ini mengalami modifikasi lebih lanjut sehingga dihasilkan protoporfirin IX dengan rumus kimia C34H34N4O4 (HMD, 2008). Hasil akhir protoporfirin IX dikombinasi dengan besi membentuk heme.

Gambar 2.5. Mekanisme biosintesis porfirin pada bakteri (Hamblin & Hasan, 2003)

Struktur kimia Coproporfirin III dan protoporfirin IX ditunjukkan Gambar 2.6.

a. Coproporfirin III b. protoporfirin IX

Gambar 2.6. Struktur molekul Coproporfirin III dan protoporfirin IX (HMD, 2008)

Porfirin fotosensitiser bersifat peka terhadap cahaya. Kepekaan terhadap cahaya ini terutama berkaitan dengan panjang gelombang cahaya yang dipaparkan. Kebanyakan porfirin memiliki serapan pada daerah sinar tampak (400 – 700 nm). Gambar 2.7 menunjukkan spektrum serap dari porfirin tipe coproporfirin III dan coproporfirin IX.

Gambar 2.7. Spektrum serap dari porfirin tipe coproporfirin III dan coproporfirin IX (Papageorgiou, 2000)

Spektrum porfirin terdiri atas 2 pita terpisah, muncul pada daerah ultraviolet dekat dan daerah cahaya tampak, yang menyebabkan porfirin kaya warna. Spektrum porfirin terbentuk dari transisi π – π* (teori Gouterman) (Makarska & Radzki, 2002), yang menunjukkan bahwa cincin porfirin merupakan sistem terkopel yang mengikuti hukum aromatik Hückel 4n + 2, sehingga cincin porfirin dikatakan sebagai senyawa 16 polyene siklik pembawa 18π elektron. Pada kasus ini, keadaan dasar makrosiklik berhubungan dengan orbital lengkap dengan μ = 0, ± 1, ..... , ± 4, sedangkan orbital eksitasi terendah dihubungkan dengan transisi dari μ = ± 4 menuju μ = ± 5.

Pada model polyene yang diganggu oleh atom nitrogen dari cincin porfirin menghasilkan dua orbital lengkap a1u dan a2u, yang dikenal sebagai Highest Occupied Molecule Orbital (HOMO), dan dua orbital tak lengkap eg, yang dikenal sebagai Lowest Unoccupied Molecule Orbital (LUMO) (Wainwright, 2009). Spektrum absorpsi porfirin merupakan hasil transisi elektron a1u → eg (terbentuk pita Soret) dan a2u → eg (terbentuk pita Q) (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Transisi π – π* pada porfirin (Makarska & Radzki, 2002)

Porphyrin memiliki 2 intensitas spesifik, yaitu pita soret (Soret Band) sebagai konsekuensi transisi yang diperbolehkan yang berada pada panjang gelombang 401,6983 nm dan Q Band sebagai konsekuensi transisi terlarang yang berada pada panjang gelombang 271,84 nm, 631,2591 nm, 719,8765 nm, dan 929,9591 nm (Makarska & Radzki, 2002). Gambar 2.9. menunjukkan spektrum absorpsi porfirin dengan skema yang menunjukkan orbital heme (model Gouterman) dan transisi yang menyebabkan terbentuknya spektrum tersebut (Bonaficio, 2006).

Gambar 2.9. Spektrum absorpsi porfirin dengan skema yang menunjukkan orbital heme (model Gouterman) dan transisi yang menyebabkan terbentuknya spektrum tersebut (Bonaficio, 2006)


1 komentar: